PERUBAHAN KELUHAN SEKSUAL FISIK DAN PSIKOLOGIS PADA PEREMPUAN PASCATERAPI KANKER SERVIKS SETELAH INTERVENSI KEPERAWATAN
ABSTRACT
Introduction: Despite increasing awareness related to sexual health for cervical cancer survivors, health
care providers are passive in addressing their sexual issues. The objectives were to develop and
investigate the effect of a sexual nursing intervention packet to mitigate sexual dysfunction among
cervical cancer survivors. Method: A sample of 104 survivors were participated consecutively based on
required inclusive criteria in this quasi-experimental study. The sexual nursing intervention packet
focused on the physical, psychological, and care of relational aspects of sexual health elements. The
packet consisted of 6 weekly 2-hour sessions. Results: The participants reported poor sexual satisfaction
and sexual function. There were no statistically significant differences in sexual interest, sexual arousal,
orgasm, and vaginal lubrication improvement following the intervention, although all the variables in the
intervention group were improved clinically. The sexual nursing intervention packet was effective in
increasing sexual satisfaction and decreasing dispareunia among cervical cancer survivors. Discussion:
This study suggests that the quality of life in cervical cancer survivors could be improved with the sexual
nursing intervention packet provided as part of supportive group care. This program may be more
effective if delivered earlier and for a longer period. Implications for Practice: The sexual nursing
intervention packet offers an opportunity to facilitate small-group dynamics that lay the ground for
further contacts leading to earlier recognition of sexual problems and active involvement for sexual
health improvement for cervical cancer survivors and nurses. It could be utilized for survivor education
or support groups to increase sexual satisfaction following cancer treatment
Keywords: sexual dyfunction, cervical cancer, sexual education-counselling.
PENDAHULUAN
Keberhasilan memanfaatkan kemajuan
ilmu dan teknologi biomedik dalam pelayanan
kedokteran dan asuhan keperawatan penderita
kanker dengan berbagai modalitas terapi
(kemoterapi, radioterapi, pembedahan, dan
terapi kombinasi) telah terbukti dapat
memperpanjang masa bebas kanker dan
survival/ketahanan hidup penderita dibanding 10
tahun yang lalu (Wenzel, et.al., 2005; Burns,
2007). Akibatnya, fenomena cancer
survivorship menjadi meningkat.
Dibanding dengan kanker ginekologi
lainnya (kanker endometrium, ovarium, dan
vagina), kanker serviks merupakan pemicu
utama munculnya fenomena cancer suvivorship.
Gangguan seksualitas pada penderita kanker
serviks akibat efek terapi kanker serviks dapat
menyebabkan disfungsi seksual yang
mempengaruhi kualitas hidup perempuan.
Banyak studi melaporkan bahwa para survival
kanker serviks mengalami berbagai
permasalahan seksualitas yang memberikan dampak buruk pada kualitas hidup mereka (Klee
and Machin, 2000; Wenzel, et al, 2005; Burns,
2007).
Terapi kanker serviks terbukti dapat
menimbulkan berbagai permasalahan jangka
panjang terhadap aspek seksualitas baik pada
para cancer survivorship maupun pada
pasangannya. Pasangan survival cancer
mengalami berbagai dampak buruk akibat terapi
kanker, mulai dari masalah umum sampai yang
spesifik.
Secara umum, dampak buruk yang
muncul antara lain adalah kelelahan, sementara
secara khusus dapat mengalami berbagai
ketidaknyamanan akibat munculnya gejala
menopause dini, ketidakberfungsian
reproduksi/infertilitas, serta disfungsi seksual
akibat kerusakan ovarium dan saluran senggama
(vagina), yaitu memendeknya ukuran vagina,
menurunnya elastisitas vagina, dan
berkurangnya lubrikasi vagina. Sementara secara
psikologis, dampak buruk terapi kanker adalah
timbulnya gangguan kepuasan seksual,
gangguan intimasi dengan pasangan, kurang
percaya diri, gangguan gambaran diri dan
berkurangnya rasa feminimitas sebagai
perempuan (Schultz and Van De Wiel, 2003;
Brotto, 2008; Wilmoth, 2006).
Model intervensi
keperawatan seksual merupakan upaya
meningkatkan kualitas hidup perempuan pasca
terapi kanker. Di luar negeri banyak
dikembangkan model intervensi tersebut untuk
mempromosikan kesehatan seksual para
penderita kanker ginekologi. Sebagai contoh, Di
Amerika Serikat, sejak tahun 1996, Booth dan
McGuire telah mempelajari pengaruh pelayanan
konseling oleh para perawat terhadap para
pasien kanker. Filosofi tentang ‘keperawatan
baru’ yang dilekatkan pada perawat spesialis
telah menjelaskan peran perawat spesialis
onkologi dan ginekologi dalam memenuhi
berbagai kebutuhan psikoseksual para pasien.
Selanjutnya, studi yang dilakukan oleh Maughan
dan Clarke (2001) mempelajari intervensi
konseling yang diberikan para perawat spesialis
telah membuktikan bahwa intervensi konseling
yang dilakukan para perawat spesialis tersebut
terbukti memberikan pengaruh yang positif
terhadap pengembalian fungsi seksual yang
sehat diantara para penderita, walaupun secara
statistik tidak bermakna. Pelayanan keperawatan
di Indonesia
belum memiliki standar pelayanan untuk mempromosikan kesehatan seksual para penderita kanker servi
ks. Berbagai intervensi terapetik melalui edukasi dan konseling untuk mempromosikan peningkatan kualitas hidup berhubungan dengan kesehatan seksual
dan merupakan bagian dari tujuan pelayanan keperawatan belum optimal
dilaksanakan oleh para perawat onkologi di
Indonesia. Kurangnya pengetahuan, perilaku, dan sikap untuk memberikan edukasi dan konseling tentang kesehatan seksual dan perilaku budaya malu
mendiskusikan masalah yang
berkaitan dengan aspek seksual merupakan beberapa hambatan utama tidak terlaksananya pelayanan rehabilitas seksual yang
seharusnya diberikan para perawat.
BAHAN DAN METODE
Penelitian ini menguji cobakan
efektifitas paket intervensi keperawatan seksual
pada perempuan pascakemoradiasi kanker
serviks dan bertujuan membuktikan efektifitas
paket intervensi keperawatan seksual dalam
mengatasi keluhan disfungsi seksual pada
perempuan pascakemoradiasi kanker
serviks. Rancangan penelitian ini adalah Quasy
Eksperiment dengan rancang bangun Pre-Post
Test Only With Control Group Design.
Sampel
pada penelitian adalah perempuan yang sedang
melakukan kunjungan pertama kali setelah
menyelesaikan terapi kanker di Rumah Sakit
RSCM Unit Radioterapi RSCM dan Poliklinik
Departemen Obstetrik dan Ginekologi, RSCM
dalam periode Desember 2010 sampai April
2011. Kriteria inklusi responden adalah para
responden yang masih aktif secara seksual,
memiliki pasangan dan bersedia mengikuti
penelitian dan dimintai kesediaannya untuk
sukarela berpartisipasi. Sampel dikumpulkan
dan dipilah (proses randomisasi) menjadi dua
kelompok yaitu kelompok intervensi dan
kelompok non intervensi pada saat para calon
responden melakukan non intervensi pertama
kali setelah selesai menjalani terapi sinar.
Format informasi personal yang
dikembangkan oleh peneliti untuk memperoleh
data karakteristik demografi responden.
Indeks
Fungsi Seksual Perempuan/ (FSFI) dari Meston
(2000) dan Kuesioner Sexual Satisfaction Scale
dari Meston (2005) digunakan untuk mengukur
Perubahan Keluhan Seksusal Fisik dan Psikologis (Afiyanti)
70
variabel-variabel dalam penelitian ini. Data yang
diperoleh dianalisis dengan menggunakan uji
statistic Wilcoxon Signed Test dan Mann
Whitney U-Test dengan derajat kemaknaan α <
0.05.



Komentar
Posting Komentar